Selamat Datang di Website KUA Kecamatan Alor Barat Laut Kabupaten Alor - Kawasan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM)

Khutbah Jumat | Makna Manusia sebagai Khalifah untuk Kelestarian Bumi - KUA ALOR BARAT LAUT

Header Ads

Info Terkini

Khutbah Jumat | Makna Manusia sebagai Khalifah untuk Kelestarian Bumi

Rahman Karim S.HI (Penghulu Ahli Madya) - Makna manusia sebagai khalofah untuk kelestarian alam

KUA ABAL (Humas); Kamis, 17 April 2025, melalui surat Himbauan dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia yang ditujukan  kepada salah satunya adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk menyampaikan Khutbah Jum'ad bertemakan Lingkungan Jelang Hari Bumi dan melalui Dukungan Program Penanaman 1 juta pohon.

Untuk itu, Rahman Karim selaku Penghulu Ahli Madya dan juga sebagai Kepala KUA Kecamatan Alor Barat Laut disamping menyampaikan himbauan tersebut melalui BKM dan juga Penyuluh Agama Islam yang berada di lingkungan KUA Kecamatan Alor Barat Laut juga menyiapkan khutbah jum'ad dengan Judul " Makna Manusia Sebagai Khalifah Untuk Kelestarian Bumi" untuk disampaikan pada Khutbah Jumad, 18 April 2025 di Masjid Al-Ikhlas Dulimae Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor NTT. Adapun khutbah jumad tersebut sebagai berikut:


Khutbah Pertama

 إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرٍ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، إِتَّقُوَاللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاتَمُوْتُنَّ الْأَوَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Jamaah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,

Pada kesempatan kali ini, khatib mengajak kita semua untuk terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sambil meneladani Rasulullah saw sebagai pembawa wahyu dan panutan utama. Dalam khotbah Jum’at kali ini, khatib akan membawakan tema “Makna Manusia sebagai Khalifah untuk Kelestarian Bumi”.

Al-Raghib Al-Ashfihani yang merupakan salah satu ulama kenamaan dalam bidang Al-Qur’an di era pertengahan menyampaikan bahwa ada tiga alasan utama di balik penciptaan manusia. Alasan yang pertama ialah sebagai hamba Tuhan yang diberikan tanggung jawab untuk menjalankan aktivitas peribadatan kepada Allah Swt, sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur’an pada Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 56:

 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”


Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugastugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah. Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatanjabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan pokok sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya itu merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak ada satu manusia pun yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu manusia pun yang akan melakukan penyimpanganpenyimpangan selama dia menjabat. Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi, misalkan yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia, adalah merupakan amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah. Sebagai khalifatullah, manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada semua makhluknya.

Pada dasarnya, semua makhluk Allah di atas bumi ini beribadah menurut kondisinya. Paling tidak, ibadah mereka itu adalah bertasbih kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah:(Yushabbihu lillahi ma fissamawati wama fil ardh). Bebatuan, pepohonan, gunung, dan sungai misalkan, semuanya beribadah kepada Allah dengan cara bertasbih. Dalam hal ini, janin yang berada di dalam rahim ibu beribadah sesuai dengan kondisinya, yaitu dengan cara bertasbih. Ketika Allah akan meniupkan roh ke dalam janin, maka Allah bertanya dulu kepada janin tersebut. Allah mengatakan “Aku akan meniupkan roh ke dalam dirimu. Tetapi jawab dahulu pertanyaan-Ku, baru Aku akan tiupkan roh itu ke dalam dirimu

 

Apakah engkau mengakui Aku sebagai Tuhanmu?” Lalu dijawab oleh janin tersebut, “Iya, aku mengakui Engkau sebagai Tuhanku.” Dari sejak awal, ternyata manusia itu sebelum ada rohnya, atau pada saat rohnya akan ditiupkan, maka Allah menanyakan dahulu apakah si janin mau mengakui-Nya sebagai Tuhan. Jadi, janin tersebut beribadah menurut kondisinya, yaitu dengan bertasbih kepada Allah. Tidak ada makhluk Allah satupun yang tidak bertasbih kepada-Nya Manusia mulai melakukan penyimpangan dan pembangkangan terhadap Allah yaitu pada saat ia berusia akil baligh hingga akhir hayatnya. Tetapi, jika kita ingat fungsi kita sebagai khalifatullah, maka takkan ada manusia yang melakukan penyimpangan.

Alasan yang kedua, manusia diciptakan dengan membawa mandat sebagai khalīfah fi al-ardh yang dimaknai sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 30:

 

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Alasan terakhir dan masih berhubungan dengan alasan sebelumnya, penciptaan manusia memiliki visi sebagai khalifah yang mampu mengelola dan memakmurkan bumi. Pada alasan yang terakhir ini, Al-Raghib Al-Ashfihani mengutip ayat yang berbicara perihal perintah Allah Swt kepada Nabi Shalih a.s. dalam Q.S. Hud [11]: 61:

“Kepada (kaum) Samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. Oleh karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat lagi Maha Memperkenankan (doa hamba-Nya).”

Jamaah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,

Ketiga alasan di balik penciptaan manusia ini saling berkaitan dan melengkapi satu sama lainnya. Maknanya, manusia secara filosofis memiliki misi untuk mampu menjalankan kehidupannya secara berimbang, dengan selalu menautkan orientasi ukhrawi dalam segala aspek kehidupan duniawi yang dilakukannya. Maka, ketika manusia menjalankan mandatnya sebagai khalifah, pada saat yang bersamaan ia juga sedang mengaktualisasikan dirinya untuk beribadah kepada Tuhan. Hal yang sama juga terjadi ketika manusia mampu mengelola bumi dan memakmurkannya, maka sejatinya ia sedang melaksanakan amanahnya sebagai khalifah dan juga melakukan peribadahan kepada Tuhan lewat amanah yang ia laksanakan.

Dalam konteks pemaknaan atas apa yang dimaksud dengan “memakmurkan bumi”, uraian Yusuf Al-Qaradhawi yang merupakan salah satu ulama kontemporer rujukan dunia menjadi sangat relevan. Baginya, pada perintah memakmurkan bumi terdapat dua aspek yang harus selalu ada, yaitu memperlakukan alam dengan baik dan mencegahnya dari kerusakan. Istilah ekologisnya, melestarikan dan mengonservasi bumi.

Maka dari itu, ketika manusia tidak memiliki daya dan upaya atau bahkan berpangku tangan dalam melestarikan dan mengonservasi bumi sebab hanya memikirkan kehidupan ukhrawinya saja, sejatinya ia telah gagal dalam menjalankan salah satu tujuan dari penciptaannya. Lebih parah lagi, ketika manusia justru mengeksploitasi bumi secara destruktif hanya demi kepentingan duniawinya saja tanpa memikirkan konsekuensi akhirat, maka sejatinya ia telah mendustakan dan mendurhakai Tuhan (kufur/kafir) sebab secara sengaja melanggar aturan Ilahi yang telah dimandatkan kepadanya.

Oleh sebab itu, Allah Swt mengingatkan kepada manusia untuk menjalani kehidupannya di muka bumi secara seimbang dengan menyeimbangkan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi serta berbuat ihsān dan jangan sampai berbuat fasād di muka bumi. Sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al-Qashash [28]: 77:

 

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Kata ihsān dalam ayat ini mengindikasikan bahwa manusia harus bisa meniru bentuk ihsān yang telah Tuhan percontohkan kepada manusia dan dirasakan di setiap detik kehidupannya. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah riwayat yang masyhur bahwa manusia seyogianya mampu meneladani Allah Swt melalui asmā’-Nya yang agung (asmā’ul husnā). Takhallaqū bi akhlāqillāh (berakhlaklah sebagaimana akhlak Allah Swt). Lantas, apabila manusia justru bertindak fasād atau berperilaku merusak serta destruktif terhadap bumi yang telah diciptakan Allah Swt dalam keadaan yang begitu baik bagi manusia sebagai bentuk ihsān-Nya, maka sejatinya manusia telah membuka pintu bagi kehancurannya sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. Ar-Rum [30]: 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Jamaah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,

Salah satu bentuk melestarikan dan mengonservasi bumi yang menjadi tugas manusia selaku khalifah adalah dengan menanam pohon. Menanam pohon secara massif sangat penting demi keberlangsungan kehidupan manusia karena buminya terjaga. Keberadaan pohon sebagai pencegah terjadinya longsor dan sebagai tabungan oksigen yang dibutuhkan manusia. Oleh karena itu, program dan kegiatan menanam pohon perlu digalakkan, mengingat belakangan ini krisis lingkungan sudah terjadi dimana-mana.

Alhamdulillah Kementerian Agama juga turut mendukung gerakan menanam pohon dengan program Menanam 1 Juta Pohon Matoa yang akan diluncurkan pada tanggal 22 April 2025 dalam rangka memperingati Hari Bumi. Semoga kegiatan ini menjadi inspirasi bagi gerakan penanaman pohon lainnya di sekitar kita.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ

فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ

  

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمْ تَسْلِيْمًا كِثِيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَيا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوالله فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرِ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَى بِمَلَا ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلَّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى انْبِيائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَائِكَةِ المُقرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرٍ وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانِ الْيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءُ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإسْلامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَالمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَاصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ أَلْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . عِبَادَ اللَّهِ ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبِيَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرْ

Tidak ada komentar